PAMEKASAN, MADURANET — Rangkaian Hari Jadi Pamekasan ke-495 diramaikan dengan Kontes Sapi Sonok se-Madura, Minggu (2/11/2025) di Lapangan Bakorwil IV Pamekasan.
Agenda yang mempertemukan pecinta sapi sonok dari empat kabupaten di Madura ini, berlangsung meriah. Puluhan pasangan sapi betina terbaik menari berlenggak mengikuti irama khas Saronen.
Acara yang diselenggarakan oleh Bakorwil IV Pamekasan ini mendapat apresiasi dari BEMNUS Jawa Timur, Koordinator Wilayah Madura Raya, Syamsul Arifin. Ia menilai kontes sapi sonok memiliki daya tarik wisata tinggi yang berpotensi mengundang wisatawan lokal hingga mancanegara.
“Tradisi ini dapat menjadi etalase budaya Madura di panggung nasional maupun internasional,“ ujarnya.
Samsul menjelaskan, sapi sonok sendiri sudah menjadi ikon. Bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui SK Nomor 238/M/2013.
Ia menilai status WBTb tersebut merupakan modal kuat bagi pemerintah daerah untuk mempromosikan kontes ini sebagai agenda wisata tahunan.
“Jika dikemas profesional, wisatawan akan datang. Ini bukan hanya agenda budaya, tetapi bisa menggerakkan ekonomi masyarakat dari peternak, pelatih, pengrajin perlengkapan, hingga UMKM sekitar,” tambahnya.
Syamsul mendorong Pemprov Jatim agar menjadikan kontes sapi sonok bagian dari paket wisata budaya Madura.
Dari sudut pelestarian budaya, Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pelajar Kebangsaan (GMPK) Pamekasan, Mukhtar Jibril, menilai sapi sonok adalah ruang pewarisan tradisi yang tak boleh terputus. Ia mengatakan bahwa praktik merawat dan melatih sapi secara berpasangan merupakan cermin hubungan sosial antara manusia, hewan, serta alam.
“Sapi sonok bukan hanya tontonan. Ia menyimpan nilai kesabaran, ketekunan, dan penghormatan terhadap tradisi,” ujar Mukhtar.
Ia menegaskan, generasi muda harus dilibatkan secara aktif agar tradisi ini tetap hidup, “kalau anak muda tidak disentuh, tradisi ini akan kehilangan masa depan. Harus ada regenerasi,” tuturnya.
Mukhtar meminta pemerintah lebih sistematis dalam menjadikan kontes ini sebagai ruang pendidikan budaya, bukan sekadar agenda seremonial.
Dosen muda Universitas Islam Negeri (UIN) Madura, Indah Khairunnisa’, melihat kontes sapi sonok sebagai media belajar multidisiplin. Ia menilai tradisi ini bisa diintegrasikan dengan kurikulum pendidikan, terutama dalam aspek karakter, biologi hewan, seni pertunjukan, hingga etnografi.
“Belajar sapi sonok bukan hanya tentang hewannya. Di dalamnya ada soal kesehatan ternak, estetika gerak, hingga bagaimana masyarakat membangun relasi sosial lewat tradisi,” kata Indah.
Menurutnya, kontes ini harus dimanfaatkan kampus dan sekolah sebagai ruang eksplorasi penelitian.
“Ini laboratorium budaya. Mahasiswa bisa belajar banyak hal di dalamnya,” tegasnya.
Indah menambahkan bahwa memahami budaya lokal secara langsung dapat membentuk kepekaan sosial.
Ia menegaskan, sapi sonok telah menjadi bagian penting identitas Madura. Tradisi ini menilai keanggunan dua sapi betina yang berjalan selaras mengikuti aba-aba, menampilkan latihan panjang, kesabaran, dan keterampilan pelatihnya.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.















	    	










































Komentar post