PAMEKASAN, MADURANET — Di tengah geliat batik Madura yang terus berjuang menembus pasar modern, sekelompok dosen dan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Madura memilih langkah berbeda. Mereka turun langsung ke Desa Candi Burung, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan pada Ahad (19/10/2025).
Giat itu dilakukan oleh tim pengabdian yang dipimpin Sri Handayani bersama Safarin Maulani, dan diikuti oleh puluhan pengerajin batik setempat. Agenda tersebut bertujuan mengajarkan hal yang jarang disentuh, yaitu akuntansi pembiayaan bagi para pberdaya.
“Kegiatan ini bertema Peningkatan Modal Intelektual Melalui Pelatihan Akuntansi Biaya Produksi Batik itu digelar sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat,” ujar Sri Handayani.
Ia menjelaskan, pendekatan yang dilakukan tidak sekadar pelatihan teknis, tetapi juga upaya membangun kesadaran baru tentang nilai kerja dan pengelolaan usaha batik.
Selama ini, tambah dia, sebagian besar pembatik di Candi Burung masih mencatat biaya produksi secara sederhana. Catatan mereka biasanya hanya berisi pembelian kain, malam, dan pewarna. Biaya tenaga kerja, transportasi, atau biaya tidak langsung sering kali diabaikan.
“Kami menemukan, kalau pengerajin mengerjakan sendiri, tidak dihitung upahnya. Karena takut harga batik jadi mahal dan tidak laku,” ucapnya.
Ia menambahkan, perhitungan berbeda dilakukan jika ada pesanan dalam jumlah besar. “Kalau pesanan banyak dan harus dibantu orang lain, baru si pengerajin tambahkan biayanya,” ujarnya.
Temuan itu menunjukkan bahwa sebagian pembatik masih memiliki persepsi sederhana soal biaya produksi. Akibatnya, mereka kerap tidak mengetahui keuntungan riil dari setiap potongan kain yang dihasilkan.
Tim pengabdian tersebut, menyadari bahwa mengubah pola pikir bukan perkara mudah. Karena itu, mereka menggunakan pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD), metode yang berangkat dari potensi dan aset lokal masyarakat.
“Pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek,” kata Sri Handayani.
Ia menjelaskan bahwa para pembatik diajak mengenali aset yang mereka miliki, baik keterampilan, jaringan sosial, maupun pengalaman produksi.
“Kami tidak datang membawa resep, tapi belajar bersama. Tujuannya agar pembatik bisa mengenali nilai kerja mereka sendiri,” tambahnya.
Ia menjabarkan,dalam pelatihan ini peserta belajar mengidentifikasi komponen biaya produksi, menghitung harga pokok produksi (HPP), dan menentukan harga jual realistis tanpa merugikan diri sendiri.
Tim tersebut juga melakukan pengukuran pemahaman, dengan dilakukan pre-test dan post-test, yang hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam literasi keuangan peserta.
“Ketika pembatik mampu mencatat biaya secara lengkap dan memahami nilai kerja mereka, mereka tidak hanya menjadi pengrajin, tapi juga manajer bagi usahanya,” ujar Sri.
Hasil pendampingan menunjukkan perubahan kecil namun berarti. Beberapa pembatik mulai menyadari pentingnya menghitung seluruh komponen biaya, termasuk tenaga kerja pribadi. Bagi mereka, hal itu bukan sekadar soal angka, melainkan penghargaan terhadap jerih payah sendiri.
Tim UIN Madura menilai, kesadaran itu menjadi pondasi penting bagi keberlanjutan industri batik lokal. “Kami tidak sedang mengajarkan pembukuan rumit. Kami hanya ingin pembatik bisa memahami bagaimana kerja mereka memiliki nilai ekonomi yang layak,” jelas Sri.
Batik Madura dikenal dengan motif berani dan warna mencolok yang melambangkan karakter masyarakat pesisirnya. Namun di balik keelokan itu, sebagian besar pembatik masih bergantung pada sistem ekonomi tradisional, tanpa pencatatan usaha yang terstruktur.
Melalui pelatihan ini, UIN Madura berupaya menjembatani antara tradisi dan manajemen modern.
“Ketika pembatik bisa menghitung biaya dengan benar, mereka akan tahu berapa sebenarnya nilai batik yang mereka hasilkan. Dari situ muncul kemandirian,” ujar Sri.
Dari sinilah, tegas Sri Handayani, lahir harapan baru. Pihaknya ingin, batik Madura tidak hanya dikenal karena keindahannya, tapi juga karena pembatiknya sejahtera dan berdaya.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

























































Komentar post