PAMEKASAN,MADURANET — Suara gamelan berpadu dengan nyanyian sinden dan denting kendang menggema dari Pendopo Budaya Kabupaten Pamekasan, Sabtu malam (25/10/2025). Puluhan penggemar wayang kulit memadati area pertunjukan. Mereka larut menikmati kisah klasik dalam pagelaran Wayang Kulit Madura, yang digelar untuk memperingati Hari Jadi ke-495 Kabupaten Pamekasan.
Acara yang dimulai pukul 19.00 WIB itu dihadiri Wakil Bupati Pamekasan Sukriyanto, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Alwi, serta Kosala Mahinda, pembina Sanggar Panti Budaya, Dusun Candi Utara, Desa Polagan, Kecamatan Galis.
Pagelaran ini terselenggara atas kerja sama antara Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI), Disdikbud Pamekasan, Vihara Avalokitesvara, dan toko peralatan rumah tangga Dharma Jaya Elektronik.
Dua dalang Pamekasan, Ki Novem Ali Sahos Sudirman dan Ki Tola’adi, tampil memukau lewat lakon Wongso Adu Jago. Dengan gaya khas dan sisipan humor lokal, keduanya sukses membuat penonton terpaku, sesekali tertawa, sesekali terhanyut dalam alur kisah yang sarat pesan moral.
“Dalang mampu menghadirkan suasana bagai bioskop. Anak-anak muda yang datang pun tampak antusias,” ujar salah satu penonton, Baim (23), warga asal Larangan Badung, Palengaan, Pamekasan.
Tak hanya orang tua, pasangan muda-mudi dan keluarga juga tampak memenuhi deretan kursi penonton. Suasana malam itu menyerupai bioskop rakyat, yang hangat, akrab, dan penuh tawa.
Wakil Bupati Sukriyanto dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari upaya pelestarian budaya daerah.
“Kami sangat mengapresiasi acara ini. Semoga wayang kulit Madura tetap lestari dan semakin dikenal generasi muda,” ujarnya.
Ia mengajak pelajar dan mahasiswa untuk ikut mempelajari kesenian tradisi tersebut, karena menurutnya pelestarian budaya hanya akan berhasil jika diwariskan lintas generasi.
Salah satu dalang, Ki Novem Ali Sahos Sudirman, dikenal sebagai generasi keenam dari keluarga dalang legendaris Bajang Kolè’ Sanggar Panti Budaya Pamekasan. Ia mengaku bangga bisa tampil di momen bersejarah Hari Jadi Kabupaten Pamekasan.
“Wayang kulit Madura adalah warisan berumur ratusan tahun. Kami sangat berterima kasih kepada Pemkab Pamekasan yang masih memberi ruang untuk budaya ini,” tuturnya.
Sudirman menilai, pelestarian budaya lokal adalah tanggung jawab bersama. Ia mengaku sering menghadapi tantangan karena minat generasi muda terhadap kesenian tradisional mulai menurun.
“Anak-anak muda sekarang banyak yang tidak mengenal wayang. Padahal, di dalamnya ada filosofi, seni, dan nilai moral. Harusnya di sekolah-sekolah ada ekstrakurikuler budaya seperti ini,” katanya.
Sudirman bersama kelompoknya di Sanggar Panti Budaya rutin berlatih setiap minggu di Vihara Avalokitesvara Pamekasan. Meski sebagian besar pengerawit sudah berusia lanjut, semangat mereka tak pernah padam.
“Kami berkomitmen menjaga warisan budaya Pamekasan ini. Meski tak mudah, kami terus berlatih agar wayang kulit Madura tidak punah,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada 15 November mendatang, kelompoknya diundang tampil di Universitas Airlangga Surabaya dalam pertunjukan kolaborasi bersama budayawan sekaligus dalang wayang, Sudjiwo Tejo.
“Airlangga saja mengakui Bajang Kolè’ Pamekasan, apalagi kita. Seharusnya kita sudah mulai berupaya melestarikan budaya kita ini,“ pungkasnya.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.


























































Komentar post