PAMEKASAN, MADURANET – Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda Madura, dibangun dengan megah di dalam kota di Jl. Kabupaten, Kelurahan Jungcangcang Pamekasan. Namun di balik kemegahan gedung tersebut, ada yang mengganjal mata. Trotoar khusus untuk pejalan kaki, dibongkar total untuk lahan parkir kendaraan pasien dan keluarga pasien.
Pemandangan ini begitu mencolok karena di depan rumah sakit ini, bertepatan dengan traffic lights. Sehingga orang dan pengendara dari arah timur, mudah sekali menoleh ke kiri melihat bangunan tersebut.
Bahkan, keluar masuk kendaraan di rumah sakit ini, terkadang mengganggu kendaraan yang sedang berhenti karena lampu merah. Maklum, trotoar sudah dibongkar dan parkir begitu mencolok sampai ke bibir jalan raya.
Sebetulnya banyak bangunan lain yang sama dengan rumah sakit ini, sama-sama menggunakan trotoar, dengan menghilangkan fungsi dan wujud trotoar itu sendiri. Misalnya, PKL yang berjualan di atas trotoar, tukang tambal ban di atas trotoar, pertokoan, cafe dan lainnya, yang sama-sama “makan” trotoar.
Pertanyaannya kemudian, mengapa sekelas RSIA Puri Bunda Madura bisa merusak trotoar dan tidak ada yang berani menegur, bahkan membongkarnya untuk mengembalikan kondisi trotoar kepada fungsi semula. Saya melihat kondisi ini, pemerintah kalah dengan swasta. Pemerintah tidak berdaya di hadapan swasta. Pemerintah dibungkam pihak swasta.
Seharusnya, pemerintah tidak membiarkan peristiwa ini terus berulang. Pemerintah tidak pernah mau belajar kepada adanya bangunan-bangunan lainnya yang telah menyalahgunakan keberadaan trotoar.
Secara logika, orang melakukan perusakan fasilitas umum milik pemerintah, akan ditindak bahkan bisa dipidana. Namun ternyata pemerintah diam. Biasanya, kalau seseorang melakukan kejahatan tidak ditangkap aparat hukum dan bebas berkeliaran, orang itu memiliki dukungan orang kuat di belakangnya. Atau kalau tidak, orang itu memiliki kedekatan dengan penguasa.
Di kota-kota besar, taruhlah Surabaya. Adakah bangunan swasta yang sampai menghilangkan trotoar karena keterbatasan lahan bangunan tersebut. Padahal Kota Surabaya kota padat bangunan, namun nyaris tidak ada bangunan swasta yang sampai menghilangkan trotoar.
Trotoar merupakan fasilitas umum yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dan dibuat terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar berfungsi untuk meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki, serta memperlancar lalu lintas jalan raya.
Oleh karena itu, menghilangkan trotoar dapat menimbulkan beberapa dampak, seperti; membahayakan pejalan kaki.
Menghilangkan trotoar dengan segala fungsinya, berarti mengubah ruang kota yang sebelumnya untuk pejalan kaki menjadi parkir kendaraan yang dikuasai oleh pihak swasta. Andaikan penghilangan trotoar itu untuk fasilitas umum, masih ditoleransi. Seperti peristiwa di Persimpangan Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Trotoar di lokasi tersebut dialihfungsikan menjadi ruas jalan kendaraan.
Anehnya lagi, pemangku kepentingan tidak melihat ini sebagai masalah. Seperti DPRD Pamekasan yang sama-sama tidak acuhnya dengan persoalan ini.
Idealnya, sepanjang Jl. Kabupaten itu bersih dari bangunan-bangunan liar yang dapat menghilangkan trotoar dengan segala fungsinya. Sepanjang jalan itu adalah perwajahan pemerintahan yang seharusnya tidak ada bangunan yang salah secara manfaat. Namun kesalahan yang sudah terlanjur ini, sudah bukan dosa lagi bagi pemerintah dan pemilik bangunan sendiri.
Pamekasan sedang tidak baik-baik saja.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post