Oleh : Ririn Widiyawati, SE
Pengajar di Islamic Boarding School (IBS) Padepokan Kyai Mudrikah Kembang Kuning, Lancara, Larangan Pamekasan
Tèngka yang bermakna setara etika atau akhlak, merupakan salah satu nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Madura. Tèngka mencerminkan prinsip-prinsip murni yang menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat di Madura, mengatur interaksi sosial dan tata krama.
Secara filosofis, tèngka tidak hanya sekadar aturan perilaku, tetapi juga cerminan dari komitmen masyarakat Madura untuk menjaga keharmonisan sosial, saling menghormati, dan menjunjung tinggi keadilan. Prinsip ini mewujud dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara mereka menghormati pemimpin, memperlakukan sesama, dan menjaga solidaritas komunitas.
Tèngka lahir dari budaya Madura yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam, menjadikannya sebagai nilai etika dan moral yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat. Tèngka mengisi setiap diri manusia Madura dengan prinsip-prinsip yang menekankan pada adab, penghormatan, dan ketaatan terhadap norma-norma sosial yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam keseharian, tèngka terlihat dalam cara orang Madura berinteraksi dengan sesama, bagaimana mereka menjaga hubungan antarindividu, serta dalam penghormatan yang tinggi terhadap tokoh agama (Kiai) dan orang tua. Nilai ini menjadi pedoman dalam menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial, serta sebagai panduan hidup dalam bermasyarakat.
Mendidik masyarakat, termasuk anak-anak Madura, harus dimulai dengan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai dan tradisi budayanya. Pendidikan yang mengintegrasikan budaya dan tradisi lokal akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga cinta dan bangga terhadap warisan leluhur mereka. Dalam konteks Madura, pendidikan harus mencakup pengenalan nilai-nilai seperti tèngka (etika dan moral), semangat gotong royong, serta penghormatan terhadap agama dan tokoh-tokoh agama, sebagaimana ajaran Bhupà-Babbhù, Ghuru, Rato.
Di Madura, madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang lahir dari Kementerian Agama, telah terbukti berkontribusi signifikan dalam mendidik generasi muda. Madrasah tidak hanya berfokus pada pendidikan akademis, tetapi juga pada penguatan nilai-nilai keislaman dan tradisi lokal yang sejalan dengan budaya Madura. Melalui kurikulumnya, madrasah mengajarkan ilmu pengetahuan umum sekaligus membina akhlak dan moralitas para siswa berdasarkan ajaran Islam.
Madrasah di Madura menjadi pusat pembentukan karakter yang kuat, menggabungkan pendidikan formal dengan pemahaman mendalam tentang agama, serta nilai-nilai budaya lokal seperti tèngka (etika) dan penghormatan terhadap ulama. Dalam konteks ini, madrasah berperan penting dalam menjaga keseimbangan antara perkembangan intelektual dan spiritual, membekali siswa dengan pengetahuan sekaligus menjadikan mereka pribadi yang berakhlak mulia, cinta terhadap budaya, dan mampu berkontribusi secara positif di masyarakat.
Secara alami, madrasah memiliki elastisitas dalam menghadapi setiap perubahan, termasuk implementasi Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka merupakan alat penting dalam mentransformasi pendidikan dan mewujudkan sekolah yang dicita-citakan. Kurikulum ini memudahkan guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran serta indikator lain yang diukur dalam Asesmen Nasional/Rapor Pendidikan, akreditasi sekolah/madrasah, dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan.
Dengan fokus pada materi esensial dan struktur yang fleksibel, Kurikulum Merdeka memberikan kemudahan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran yang berdiferensiasi, sehingga mampu mengasah bakat dan minat siswa, serta menumbuhkan karakter mereka secara menyeluruh. Ini memungkinkan pendidikan yang lebih personal dan relevan dengan kebutuhan setiap siswa, sambil tetap menjaga standar kualitas yang diharapkan.
Dalam konteks tulisan ini, penting untuk menempatkan tèngka sebagai materi esensial dalam pembelajaran yang berdiferensiasi. Sebagai nilai luhur yang mencerminkan etika dan moral masyarakat Madura, tèngka tidak hanya menjadi panduan perilaku, tetapi juga bagian integral dari pendidikan karakter. Mengintegrasikan tèngka dalam Kurikulum Merdeka akan membantu siswa memahami dan menghargai nilai-nilai lokal, sekaligus memperkuat identitas budaya mereka.
Melalui pembelajaran yang berdiferensiasi, guru dapat mengajarkan tèngka dengan cara yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa, memastikan bahwa nilai ini dipahami dan diterapkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari (Ahmad Teguh, 2023, p. 37). Dengan demikian, tèngka dapat menjadi bagian penting dalam membentuk generasi yang berkarakter kuat, memiliki etika yang tinggi, dan bangga dengan warisan budayanya, sambil tetap mengikuti perkembangan zaman.
Tèngka: Materi Esensial Lokal Madura
Materi Esensial adalah materi atau pelajaran penting yang harus dikuasai dan dipahami oleh siswa, serta berkelanjutan di setiap jenjang pendidikan. Dalam konteks pendidikan lokal Madura, tèngka merupakan salah satu materi esensial yang perlu diajarkan. Tèngka tidak hanya sekadar literasi tentang etika dan moral, tetapi juga mencakup pembentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakat Madura.
Sebagai nilai yang menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari, tèngka harus ditanamkan sejak dini agar siswa tidak hanya memahami konsepnya secara teoritis, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam tindakan nyata (Ahmad, 2024, p. 75). Pembelajaran tèngka di setiap fase pendidikan membantu siswa menginternalisasi norma-norma sosial, menjaga keharmonisan dalam interaksi sosial, dan membentuk karakter yang berintegritas tinggi.
Karakteristik ini berfokus pada kualitas pembelajaran yang berkesinambungan bagi siswa, karena berorientasi pada pemahaman mendalam terhadap kompetensi dasar yang harus dikuasai. Dalam Kurikulum Merdeka, rancangan pembelajaran dirancang agar guru dapat mendesain capaian pembelajaran, struktur kurikulum, alur pembelajaran, serta proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Program ini bertujuan agar siswa tidak hanya memahami konsep suatu pelajaran secara mendalam, tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.
Tabel untuk kurikulum tèngka di berbagai fase dalam Kurikulum Merdeka:
No. | Fase | Kelas | Materi |
1. | Fase A | 1-2 | Pengertian dasar tèngka (etika sederhana, sopan santun, hormat kepada orang tua/guru) |
2. | Fase B | 3-4 | Etika sosial di lingkungan sekolah dan teman sebaya, menghargai perbedaan |
3. | Fase C | 5-6 | Etika sosial lebih kompleks: gotong royong, kedisiplinan, tanggung jawab |
4. | Fase D | 7,8,9 | Etika dalam pergaulan remaja, konflik sosial, kepemimpinan dasar |
5. | Fase E | 10 | Etika dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab sosial, kepemimpinan |
6. | Fase F | 11-12 | Tèngka dalam dunia kerja, etika profesional, isu moral global |
Mengajarkan Tèngka dengan Metode berdiferensiasi
Mengajarkan tèngka dengan metode berdiferensiasi berarti menyesuaikan pendekatan pengajaran agar setiap siswa dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai tèngka sesuai dengan kemampuan, minat, serta gaya belajar mereka. Berikut adalah beberapa cara untuk mengajarkan tèngka melalui pembelajaran berdiferensiasi:
- Pengelompokan Berdasarkan Kemampuan dan Minat
Siswa dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan memahami nilai-nilai tèngka, lalu diberikan tugas atau proyek yang sesuai. Misalnya, siswa yang lebih visual dapat diberikan tugas untuk membuat poster tentang tèngka, sementara siswa yang lebih verbal bisa menyusun esai atau diskusi kelompok tentang penerapan tèngka.
- Metode Pembelajaran Aktif
Pembelajaran berbasis proyek atau simulasi dapat digunakan untuk mengajarkan tèngka. Misalnya, siswa dapat berpartisipasi dalam drama atau role-play yang menggambarkan situasi kehidupan sehari-hari di mana mereka harus menerapkan etika dan moral tèngka.
- Penggunaan Teknologi
Guru bisa memanfaatkan teknologi seperti video, animasi, atau aplikasi interaktif untuk menjelaskan konsep tèngka dengan cara yang menarik. Siswa bisa belajar tentang etika dan moral melalui cerita digital atau permainan edukatif yang dirancang untuk menguji pemahaman mereka tentang tèngka.
- Refleksi Diri dan Diskusi Kelompok
Pembelajaran tèngka bisa difokuskan pada pengalaman siswa sendiri. Misalnya, guru bisa meminta siswa untuk merenungkan bagaimana tèngka diterapkan dalam keluarga atau komunitas mereka, kemudian mendiskusikan hasil refleksi tersebut dalam kelompok. Ini memberikan ruang bagi siswa untuk berbagi pandangan dan belajar dari pengalaman teman-teman mereka.
- Penugasan Individual yang Fleksibel
Guru dapat memberikan berbagai bentuk penugasan yang memungkinkan siswa mengekspresikan pemahaman mereka tentang tèngka sesuai dengan gaya belajar masing-masing, misalnya melalui tulisan, seni, atau presentasi. Hal ini memastikan bahwa setiap siswa bisa berkontribusi sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Dengan metode berdiferensiasi, pengajaran tèngka akan lebih efektif karena memperhatikan kebutuhan individu siswa dan memungkinkan mereka mempelajari nilai ini dengan cara yang paling sesuai dengan mereka, sehingga mereka lebih mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengintegrasikan tèngka dalam Pembelajaran di Kelas
Mengintegrasikan tèngka dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan agar nilai-nilai etika dan moral Madura ini menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan siswa. Berikut adalah beberapa langkah untuk mengintegrasikan tèngka dalam pembelajaran:
- Mengaitkan Tèngka dengan Materi Pelajaran
Setiap mata pelajaran dapat dikaitkan dengan nilai-nilai tèngka. Misalnya:
- Bahasa Indonesia: Ketika membahas cerita rakyat atau literatur Madura, guru bisa menekankan nilai-nilai tèngka seperti menghormati orang tua, berbagi, dan gotong royong.
- Pendidikan Kewarganegaraan (PKn): Guru bisa mengintegrasikan tèngka sebagai bagian dari pendidikan karakter, menekankan etika dalam kehidupan sosial, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat.
- Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS): Tèngka dapat dipelajari melalui pembahasan interaksi sosial dan budaya, serta bagaimana etika diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di Madura dan Indonesia.
- Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Dalam Kurikulum Merdeka, guru dapat memanfaatkan proyek penguatan profil pelajar Pancasila untuk menerapkan nilai-nilai tèngka. Proyek ini bisa dirancang untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti gotong royong dan saling menghormati, yang sejalan dengan filosofi tèngka. Misalnya, siswa bisa terlibat dalam proyek komunitas seperti membantu masyarakat atau melakukan kegiatan sosial yang menunjukkan nilai-nilai tèngka.
- Pembelajaran Berdiferensiasi
Tèngka dapat diajarkan dengan metode pembelajaran berdiferensiasi, di mana guru menyesuaikan pendekatan berdasarkan kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa. Dalam konteks tèngka, siswa dapat belajar melalui berbagai metode, seperti:
- Diskusi kelompok tentang contoh-contoh penerapan tèngka dalam kehidupan sehari-hari.
- Permainan peran (role-play) di mana siswa memerankan situasi yang membutuhkan penerapan etika tèngka, seperti menyelesaikan konflik dengan teman secara damai.
- Tugas individu atau kelompok di mana siswa mengidentifikasi dan melaporkan contoh tèngka yang mereka lihat di sekitar mereka.
- Penggunaan Media Digital
Guru dapat menggunakan teknologi untuk mengajarkan tèngka dengan cara yang menarik:
- Video atau animasi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata di mana tèngka
- Platform pembelajaran daring untuk diskusi, kuis, atau tugas tentang etika dan moral.
- Konten interaktif seperti aplikasi atau permainan edukatif yang menampilkan skenario di mana siswa harus mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai tèngka.
- Pembiasaan di Sekolah
Nilai-nilai tèngka juga dapat diperkuat melalui pembiasaan yang dilakukan di sekolah:
- Mengajarkan salam, sopan santun, dan cara berbicara yang baik saat berinteraksi dengan guru dan teman sebaya.
- Gotong royong sebagai bagian dari kegiatan sekolah, seperti membersihkan kelas atau lingkungan sekolah.
- Menghargai perbedaan dalam pergaulan sehari-hari, serta mempraktikkan sikap hormat terhadap sesama, baik di kelas maupun di luar kelas.
- Penilaian Karakter
Guru dapat menyertakan penilaian karakter berbasis tèngka dalam evaluasi siswa. Ini bisa dilakukan melalui pengamatan sikap siswa dalam interaksi sehari-hari, serta penilaian terhadap keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan nilai tèngka, seperti kerja sama, disiplin, dan tanggung jawab.
Tèngka penting bagi tumbuh kembang akhlak manusia Madura. Hal ini sebagaimana hadist nabi yang berbunyi:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Baihaqi).
Menurut John Dewey, pendidikan harus mencakup tiga elemen utama: Do, Reflect, dan Apply (Jhon Dewey, n.d.). Filosofi ini berfokus pada pendidikan progresif yang mendorong siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dan refleksi, serta penerapan pengetahuan dalam kehidupan nyata. Berikut adalah penjelasan dari konsep tersebut:
- Do (Melakukan)
Dalam mengajarkan tèngka, tahap pertama adalah melibatkan siswa dalam pengalaman langsung yang berkaitan dengan nilai-nilai etika dan moral masyarakat Madura. Siswa perlu berpartisipasi aktif dalam aktivitas yang memungkinkan mereka mengamalkan nilai-nilai tèngka seperti gotong royong, saling menghormati, dan peduli terhadap sesama.
Contoh: Siswa diajak untuk terlibat dalam kegiatan kerja bakti atau gotong royong di sekolah atau masyarakat sekitar, misalnya membersihkan lingkungan sekolah atau membantu teman yang membutuhkan. Ini memberikan pengalaman nyata tentang bagaimana tèngka diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Reflect (Merefleksikan)
Setelah berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan tèngka, siswa didorong untuk merenungkan pengalaman mereka. Guru bisa memfasilitasi refleksi melalui diskusi kelas atau jurnal harian, di mana siswa merenungkan apa yang mereka lakukan, apa arti tèngka bagi mereka, dan bagaimana kegiatan tersebut mengajarkan mereka tentang nilai-nilai moral dan etika.
Contoh: Guru bisa bertanya kepada siswa, “Bagaimana perasaan kalian setelah ikut kerja bakti? Apa yang kalian pelajari tentang pentingnya tèngka dalam kehidupan sehari-hari?” Pertanyaan ini memicu siswa untuk mendalami makna tèngka dari pengalaman mereka sendiri, sehingga pemahaman mereka lebih mendalam dan relevan.
- Apply (Menerapkan)
Langkah terakhir adalah meminta siswa untuk menerapkan nilai-nilai tèngka yang telah mereka pelajari dalam situasi nyata di luar kegiatan sekolah. Mereka harus melihat bagaimana etika dan moral Madura, seperti tèngka, relevan dalam interaksi mereka sehari-hari, baik di rumah, sekolah, atau di masyarakat. Contoh: Setelah belajar tentang tèngka, siswa diminta untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dengan melakukan tindakan nyata, seperti membantu orang tua di rumah, menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya, atau memperbaiki hubungan dengan teman yang pernah bertèngkar. Guru bisa memberikan tugas di mana siswa melaporkan bagaimana mereka telah menerapkan tèngka dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Nilai tèngka dalam pendidikan lokal Madura bukan sekadar aspek tambahan, tetapi merupakan materi esensial yang berperan penting dalam membentuk karakter siswa. Tèngka, yang berakar pada etika dan moral, menjadi fondasi penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan memperkuat identitas budaya. Mengintegrasikan nilai-nilai tèngka ke dalam Kurikulum Merdeka melalui metode pembelajaran yang berdiferensiasi memungkinkan siswa tidak hanya memahami konsep ini secara teoritis, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran tèngka tidak hanya mempersiapkan siswa untuk sukses akademis, tetapi juga membentuk pribadi yang berkarakter kuat, beretika tinggi, dan bangga terhadap warisan budayanya. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan generasi muda yang mampu berkontribusi positif bagi masyarakat sambil tetap menjaga nilai-nilai luhur Madura.
- Artikel ini jadi pemenang harapan 1 dalam lomba Guru Menulis pada peringatan Hari Guru Nasional yang dilaksanakan oleh Kementrian Agama Kabupaten Pamekasan
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post