PAMEKASAN,MADURANET – Beberapa hari lalu, saya mengunjungi sungai dekat rumah yang saat kecil menjadi tempat bermain, mulai dari memancing, mandi dan lain sebagainya, bahkan sering jadi pelarian saat bolos sekolah untuk meghindari tugas hafalan.
Cinta sekali saya dengan sungai itu, dulu airnya bersih, mengalir cukup deras, karena disamping banyak sekali sumber air alami.
Masyarakat sekitar dulunya banyak memanfaatkan sungai ini, mulai dari mandi, mencuci, merendam gadung (bahan krupuk) bahkan memandikan sapi ternak, berdiri didekat sungai sebuah wakaf kecil untuk sholat.
Perlahan wakaf itu tidak berfungsi karena masyarakat sudah mulai tidak memanfaatkannya, mulai banyak yang memiliki langgar _kobhung_ dan kamar mandi sendiri _jeding_.
Indah, senang tak terlukiskan, bahkan sering datang dalam mimpi-mimpi seperti lorong waktu. itulah gambaran sungai dekat rumah tempat saya bermain terdahulu.
Pada Tahun 2012 lalu, saya bangun sungai itu melalui program hibah pemerintah, dari jembatan penyeberangan, tempat mencuci, tembok penahan tanah, hingga pemandian khusus untuk di lokasi sumber alami itu.
Luar biasa, banyak sekali masyarakat itu yang terus memanfaatkannya, bahkan dari masyarakat jauh, terutama saat musim kemarau cukup panjang, dan masyarakat sudah mulai kekurangan air bersih.
Lama sekali saya tak berkunjung ke sungai itu, hanya lewat dan menyeberangi saja, dan beberapa waktu lalu, saya dapat laporan dari warga kalau oprit jembatan itu roboh, karena longsor, rupanya dasar pondasi digerus air luapan sungai saat banjir musim hujan dan sudah saya laporkan ke dinas terkait dan langsung disurvei.
Dan tak terduga juga, rupanya sungai yang indah dan sudah dibangun banyak fasilitas umum itu sekarang sudah cemar, bau, banyak sekali sampah berserakan, menumpuk, popok dimana-mana.
Sepertinya tidak ada lagi masyarakat yang mau memanfaatkan sungai itu, saya tanya beberapa warga yang dulu biasanya banyak memanfaatkan, katanya pernah nyuci ada yang melempari sak sampah dari atas jembatan, bahkan rendaman gadungnya (bahan krupuk itu) banyak berisi popok, masyarakat sekarang jijik untuk memanfaatkannya.
Lalu saya berfikir, kondisi ini pasti tidak hanya terjadi di sekitar saya ini, mungkin di beberapa tempat, di seluruh Pamekasan bahkan mungkin di beberapa daerah yang lain.
Saya berfikir juga, ada berapa pegawai/perangkat pemerintah di seluruh desa, wilayah se-kabupaten bahkan di seluruh daerah. masak satupun diantara mereka yang tidak melihat dan merasakan kondisi ini, tidak kah mereka berfikir bagaimana cara mengatasinya?
Seperti halnya di perkotaan, andai di setiap perkampungan ada tempat pembuangan sampah sementara, lalu ada petugas dan angkutan seperti motor viar yang mengangkut ke tempat penampungan sampah sementara di sekitar Jalan Raya, lalu diangkut menggunakan truk ke Tempat Pembuangan Akhir, apalagi seumpama masih bisa dikelola secara industri, insya Allah kondisi seperti di sungai saya ini tidak terjadi lagi.
Semoga di Pamekasan ini bisa diinisiasi dan segera diprogramkan, butuh perencanaan dan anggaran yang cukup. sekarang ada DD, ADD dan bisa di program dari Kabupaten juga, insyaa Allah mudah jika ada _goodwill_ dari semua pihak, eksekutifnya ada itikad, dan legislatifnya juga semangat, kemudian masyarakatnya di edukasi.
Berat rasanya, tapi akan bisa dilaksanakan dengan dukungan dan kerjasama semua pihak, dan ini efeknya akan luar biasa, manfaatnya akan luar biasa dan ins yaaAllah akan menginspirasi se-Indonesia, bahkan mungkin akan mendunia.
Dari pada harus memaksakan program-program pemerintah yang plagiasi, bukan perioritas dan kurang efektif dan manfaatnya tidak seberapa seperti contoh yang mungkin sudah awam tahu.
Ditulis oleh : Ahmad Muzairi,Marbot Masjid Nurul Muttaqin Dusun Berruh, Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan. (Segala isi dalam tulisan ini tanggungjawab penulis sendiri).
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post