PAMEKASAN, MADURANET | Setahun menjelang kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1944,pahlawan nasional KHR. As’ad Syamsul Arifin menjadi target penangkapan Belanda karena kemampuannya menggerakkan perlawanan melawan Belanda, terutama di wilayah Karesidenan Besuki, Jawa Timur dan sekitarnya. Di Karesidenan Besuki, Kiai As’ad memimpin pasukan militan Sabilillah.
Karena jadi target penangkapan, Kiai As’ad memilih menyelamatkan diri ke Madura. Tepatnya ke Pondok Pesantren Sumber Gayam, Kadur, Kabupaten Pamekasan. Di pesantren ini, Kiai As’ad bergabung dengan komandan laskar Sabilillah Madura, KH. Thoha Jamaluddin.
Namun, keberadaan Kiai As’ad di Sumber Gayam, masih terendus Belanda. Atas saran Kiai Thoha, Kiai As’ad menyingkir ke sebuah lokasi di Pancoran, Desa Kadur untuk meloloskan diri dari penangkapan Belanda. Belum tiba di Pancoran, pesantren Sumber Gayam sudah dibom Belanda. Beruntung bom itu tidak meledak.
Bom berkekuatan besar yang gagal meledak itu, kini dibuat bel sebagai penanda kegiatan pesantren sehari-hari.
Belanda masih penasaran karena belum bisa menangkap Kiai As’ad. Melalui mata-mata yang disebarkan, Belanda mengendus keberadaan Kiai As’ad di Pancoran. Di Pancoran ini, Kiai As’ad juga membawa 2 putri Kiai Thoha agar tidak dibunuh Belanda. Bergegaslah pasukan Belanda ke Pancoran. Namun Kiai As’ad kembali harus pergi menyelamatkan diri ke wilayah Kadur Atas.
“Dalam pelarian ke Kadur Atas, 2 putri Kiai Thoha yang dibawa Kiai As’ad dititipkan di Pancoran. Kiai As’ad melanjutkan pelariannya ke Kadur Atas karena terus didesak Belanda,” kata Fudholi, pengurus Ikatan Santri Salafiyah Syafiiyah Sukorejo (IKSASS) Pamekasan.

Di Kadur Atas, Kiai As’ad memilih bertapa selama kurang lebih 2 bulan. Kiai As’ad tidak sendiri dalam pertapaannya, melainkan ditemani seorang pria bernama Soleh.
Di sela-sela pertapaannya, Kiai As’ad pernah menunjuk ke arah timur kepada Soleh yang kondisinya gelap. Kiai As’ad meminta Soleh untuk memasang lampu di tempat gelap itu.
Isyarat lampu itu di kemudian diterjemahkan menjadi sebuah pelita bernama lembaga pendidikan Riyadus Sholihin, tempat dimana Kiai Soleh saat ini tinggal.
Di tengah pelariannya ke Madura, Laskar Sabilillah di Besuki terus melakukan perlawanan kepada Belanda. Namun mereka lemah karena tidak adanya Kiai As’ad sebagai komandan. Banyak anggota laskar Sabilillah yang ditangkap dan dipenjara oleh Belanda.
Kondisi ini kemudian sampai kepada Kiai As’ad. Bahkan, keluarga Kiai As’ad di Pondok Pesantren Sukorejo, juga terancam keselamatannya oleh Belanda.
Melihat kondisi tersebut, Komandan Pusat Laskar Sabilillah KH. Wahab Chasbullah, meminta kepada Kiai Thoha agar Kiai As’ad menyerahkan diri terlebih dahulu kepada Belanda demi keselamatan pesantren dan laskar Sabilillah yang lebih dulu sudah ditangkap.
Akhirnya, Kiai As’ad menyerahkan diri dan ditahan oleh Belanda di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Jalan perjuangan itu kemudian direfleksikan oleh ribuan santri dengan napak tilas pada Rabu (10/8/2022). Napak tilas dimulai dari Pondok Pesantren Al Falah Sumber Gayam, Kadur, dan finish di lembaga pendidikan Riyadus Sholihin Kadur Atas.
Napak tilas dipimpin langsung cucu Kiai As’ad, KH. Azaim Ibrahimy yang kini meneruskan perjuangan Kiai As’ad sebagai pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Kiai Azaim dalam keterangannya menjelaskannya, napak tilas digelar dalam rangka meneladani perjuangan Kiai As’ad untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Kiai As’ad menjadi ketua Laskar Sabilillah wilayah Keresidenan Besuki, Jawa Timur tahun 1943.
Dijelaskan Kiai Azaim, saat di Jawa, Kiai As’ad bersama dengan pelopor perjuangan Sabilillah yang dibentuknya, gigih berperang melawan Belanda. Karena kegigihannya, Kiai As’ad menjadi target Belanda untuk dipenjarakan.
“Kiai As’ad gigih sekali dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Maka patut kita meneladani patriotisme dan nasionalisme Kiai As’ad, terutama saat menjelang HUT RI ke-77 tahun ini,” terang Kiai Azaim.
Napak tilas perjuangan Kiai As’ad juga pernah dilakukan pada November 2016 lalu dengan rute perbatasan Kabupaten Bondowoso menuju Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Dalam kisahnya, sekitar September 1945,Kiai As’ad bersama Laskar Sabilillah hendak menyerbu markas Jepang di daerah Grahab, Kabupaten Jember. Dalam misi penyerbuan itu, Kiai As’ad berhasil melucuti senjata Jepang tanpa pertempuran dan negosiasi yang alot hingga Jepang terusir dari Jember dan Indonesia. Bahkan senjata Jepang dikuasai oleh rakyat.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post