PAMEKASAN, MADURANET – Di usia yang sudah renta, Satuma (77) warga Dusun Tobajeh 1, Desa Bungbaruh, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan hidup sebatang kara di sebuah gubuk kayu. Kedua anaknya sudah tinggal dengan keluarganya masing-masing.
Anak perempuannya ikut suaminya ke Batam, Kepulauan Riau. Sedangkan anak laki-lakinya sudah tinggal di Surabaya bersama keluarganya.
Satu-satunya orang yang merawatnya, Sayuti, sepupu Satuma.
Seiring dengan kondisinya yang sudah lanjut usia, pendengarannya sudah berkurang. Pandangannya juga mulai rabun. Berbicara dengannya, harus lebih lantang dibandingkan dengan berbicara dengan orang lain yang masih muda. Setiap orang yang menjenguknya, selalu ditanya identitasnya.
“Harus dengan suara keras kalau bicara dengan Satuma, kemudian sebut namanya dan dari mana,” ujar Sayuti kepada rombongan Forum Mahasiswa dan Pemuda Kadur (FMPK), Ahad (13/2/2022).
Sehari-hari, kebutuhan makan dan minum Satuma dipenuhi oleh Sayuti. Yang dimasak, didapat dari bantuan pemerintah desa. Selama pandemi, sudah 4 kali bantuan itu cair.
“Apa yang dimakan Satuma ya itu yang diperoleh dari bantuan itu. Bebas dia mau makan kapanpun karena dapur saya tidak dikunci,” terang Sayuti.
Menurut Sayuti, Satuma pernah diajak untuk tinggal serumah. Namun ajakan itu ditolaknya. Alasannya karena Satuma tidak ingin selalu membebani saudaranya dan ingin mudah kalau mau ke kamar mandi dan toilet.
“Bersebelahan dengan rumah saya karena dia tidak mau serumah dengan saya,” imbuh Sayuti.
Nofal Irawan, tetangga Satuma menjelaskan, sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang silam, Satuma langsung berhenti bekerja karena sudah tidak kuat lagi. Anak-anaknya sangat jarang datang menjenguknya karena sudah jauh.
“Mungkin anaknya tidak punya biaya yang cukup untuk menjenguk ibunya sehingga jarang sekali pulang kampung,” ungkap Nofal. (Akhmad Hidayat/Fiq)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post