PAMEKASAN, MADURANET – Perdebatan soal fatwa memandikan jenazah Covid-19 yang disampaikan oleh ulama kharismatik Kabupaten Pamekasan, Kiai Muddatssir Badruddin, berujung pada pelaporan ke Polres Pamekasan. Fatwa tersebut mendapat gunjingan bahkan hinaan setelah menyebar di facebook.
Isi fatwa pengasuh pondok pesantren Muftahul Ulum Panyepen itu sebagai berikut;
“Orng yg wafat karena Vovid-19/virus-virus lainnya, termasuk cacar, tetap wajib dimandikn, disucikn justru agar tidak menular. Lagi pula orang yang betul wafat karena virus, ketika meninggal maka virusnya pasti ikut mati tdk mngkin menular, baik virsnya Thobi’i/’alami maupun rekayasa, apa lagi masih diragukan apa betul kena virus atau diviruskn. Tolong sahabat-sahahabt hal ini disebarkan jangn sampai saudara-saudara/keluarga-keluarga muslim kita yang wafat kena virus lalu diperlakukan sperti bangkai/ anjing. Jangan takut sampai mengurangi iman dan tawakal jangn mau diperlakukan dengan aturan yang bukan syar’i. Saya berranggungjawab tentang hal ini.” (H.Moh.Muddatstsir Badruddin)
Fatwa yang masih kontroversi ini kemudian menuai perdebatan di media sosial. Ada netizen yang berkomentar bahwa ajaran tersebut ajaran iblis. Seperti ditulis oleh pemilik akun Suteki. Di dalam komentarnya, Suteki menulis bahwa ajaran pondok pesantren Muftahul Ulum Panyepen ajaran iblis.
“Ajaran pondoknya juga mengibliskan orang yang berbeda pendapat, ya nangis Rasulullah. Lagian mayat itu sudah ditayamumkan. Ilmu kok setengah-setengah. Coba kiainya suruh belajar ke Gus Baha,” tulis pemilik akun bernama Suteki.
Pemilik akun bernama Suteki dilaporkan ke Polres Pamekasan oleh Maltuful Anam, mewakili Kiai Muddatssir. Dalam laporannya, pemilik akun dilaporkan melanggar pasal 45 ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Setelah kami lacak dengan pihak kepolisian, akun bernama Suteki itu dikendalikan oleh warga Desa Polagan, Kecamatan Galis. Namun orang yang dituduh mengelak bahwa itu akun yang dikendalikan dirinya,” kata Maltuf, Selasa (8/6/2020) melalui saluran telepon seluler.
Menurut Maltuf, perdebatan dalam facebook sudah mengarah kepada penghinaan kepada kiai Muddatssir, yang juga Mustasyar PWNU Jawa Timur. Sehingga banyak pihak yang mendorong agar penghinaan itu diproses hukum.
“Karena orang yang dituduh pemilik akun Suteki tidak mengakui, kami disarankan juga agar berkoordinasi dengan Polda Jawa Timur,” ungkap Maltuf, yang juga pengajar di pesantren Kiai Muddatssir.
Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polres Pamekasan, Nining Dyah Puspitasari menjelaskan, pelaporan dugaan penghinaan di media sosial yang menimpa Kiai Muddatssir sedang dalam penyidikan. Untuk kasus pelanggaran Undang-undang ITE, peralatan Polres Pamekasan terbatas.
“Kami butuh bantuan Polda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus ini, karena hanya Polda yang ada alatnya,” kata Nining melalui pesan singkat.
Nining minta kepada para simpatisan dan alumni pesantren Kiai Muddatssir agar menahan diri untuk tidak melakukan tindakan di luar hukum. Polres Pamekasan akan menindaklanjuti kasus ini sampai tuntas.
“Kami minta jangan ada yang sampah amarah. Polres Pamekasan masih sedang menyidiknya,” ungkap Nining.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post