MADURANET – Puluhan seniman musik Kabupaten Pamekasan berunjuk rasa di depan kantor DPRD Pamekasan, Jawa Timur, Kamis (16/1/2020) pagi. Sebuah tenda mini lengkap dengan berbagai macam alat musik, dipersiapkan mereka untuk membuat panggung musik terbuka. Pasalnya, selama ini kreativitas mereka dibatasi dengan aturan-aturan yang dianggap tidak berpihak kepada seniman musik.
Para musisi perempuan kompak menggunakan kaos berwarna hitam. Mereka tampil dengan mengenakan hijab. Dengan bergantian, mereka bernyanyi berbagai genre musik, seperti rock, dangdut dan pop dan lagu tradisional Madura.
Selvie Talita, salah satu penyanyi panggung menyampaikan, sudah ada tiga kali jadwal manggung di Pamekasan yang digagalkan oleh Pemkab Pamekasan dan Polres Pamekasan. Alasannya karena tidak mendapat izin keramaian. Padahal, undangan manggung itu sudah terjadwal sejak lama, tiba-tiba dibatalkan.
“Banyak jadwal konser musik yang digagalkan secara mendadak. Alasannya karena tidak ada ijin keramaian dan alasan yang tidak masuk akal lainnya,” ujar Selvie Talita.
Selvie mengaku risih ketika pentas musik selalu dikaitkan dengan kemaksiatan. Padahal, dirinya sudah mengikuti aturan tidak boleh berpakaian vulgar, menutup aurat dan tidak menampilkan goyangan yang dianggap erotis. Namun tetap saja pentas musik dilarang. Bahkan ada ancaman pembubaran dari Ormas yang mengaku perwakilan Islam dengan seragam putih-putih.
Indra Lesmana, perwakilan musisi cafe Pamekasan mengatakan, kreativitas anak-anak muda di Pamekasan perlahan dibunuh. Padahal anak-anak muda yang manggung di cafe-cafe tidak melanggar aturan, tidak tawuran, tidak minun-minuman beralkohol. Namun masih saja ada pelarangan karena dianggap melanggar aturan, norma susila dan sebagainya.
“Kami minta Bupati Pamekasan tegas dan melindungi kreativitas anak muda. Musik yang dilarang itu apanya? Kalau dianggap maksiat, biar kami yang bertanggung jawab di akhirat kepada tuhan kami,” ungkap Indra.
Indra juga meminta agar Perda nomor 2 tahun 2019 tentang penyelenggaraan hiburan dan rekreasi betul-betul disosialisasikan kepada masyarakat dan seniman musik di Pamekasan. Sebab, selama ini pemerintah secara otoriter memberangus kreativitas musisi dengan larangan-larangan yang tidak didasarkan kepada aturan, tetapi karena tekanan ormas-ormas yang sering teriak-teriak maksiat dan kafir.
Totok Hartono, Sekretaris Daerah Kabupaten Pamekasan yang mewakili Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam saat menemui demonstran menjelaskan, selama ini jika pentas hiburan sudah memenuhi aturan dan persyaratan tidak pernah ditolak ijinnya. Oleh sebab itu, semua kegiatan hiburan tetap mengacu kepada Perda dan aturan lainnya yang berlaku di kepolisian.
“Kami tetap mendukung kreativitas musisi Pamekasan. Kami memastikan bahwa tidak ada intervensi dari pihak manapun,” terang Totok Hartono.
Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Moh. Sahur menjelaskan, segala kegiatan hiburan yang berkaitan dengan tontonan umum harus mengikuti Perda dan prosedur perijinan yang berlaku di kepolisian. Jika tidak puas dengan Perda nomor 2 tahun 2019, pihaknya siap menerima masyarakat untuk berdiskusi untuk menjelaskan detil Perda tersebut.
“Kira-kira di mana saja pasal yang dianggap debtable kami siap untuk berdiskusi. Tapi untuk saat ini, Perda yang ada ini harus diikuti,” terang Moh. Sahur.
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Komentar post